Friday, March 27, 2009

Pemuda dan Tantangan Sekularisme

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Rm. 12:2)


Seorang budayawan ternama dalam sebuah diskusi tentang masa depan sekularisme mengatakan, “agama memiliki sembilan nyawa, begitu juga sekularisme.” Bisa dikatakan ungkapan ini merupakan sebuah bentuk optimisme dan juga kritik terhadap dua teori besar yang berkembang selama ini. Yaitu teori pertama yang menyatakan bahwa dunia kita sedang menuju kepada satu titik di mana agama-agama tradisional tidak lagi punya tempat. Masa depan umat manusia adalah masa depan dunia sekular, masa depan sekularisme. Teori kedua adalah respons dari teori pertama itu. Teori ini menyatakan bahwa tesis tentang sekularisasi tak lagi bisa dipertahankan. Dunia kita bukannya sedang mengarah kepada satu titik yang sekular, tapi justru kepada titik di mana agama-agama menjalani kebangkitannya. Terlepas dari kebenaran ungkapan budayawan dan kedua teori di atas, yang seharusnya menjadi pertanyaan bagi kita adalah bagaimana kekristenan berperan? Secara khusus di bulan kaum muda ini adalah, bagaimana peran generasi muda Kristen dalam menghadapi berbagai tantangan sekularisme yang ada?

Sekularisme secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah ideologi yang memperjuangkan bahwa dunia ini punya otonomi sendiri (oto: sendiri; nomos: hukum). Jadi pihak agama jangan pernah ikut campur tangan masalah yang berhubungan dengan hal-hal dunia, misalnya masalah politik dan pemerintahan. Agama seharusnya hanya mengatur masalah hubungan manusia secara pribadi dengan Allah. Itulah sebabnya negara-negara Eropa sangat getol menerapakan sekularisme, karena sebelum masa "Aufklarung" (Pencerahan), dengan ideologi teokrasinya, Gereja dianggap terlalu mengurusi semua bidang kehidupan. Akibatnya Galileo hampir mati konyol karena punya teori yang berbeda dengan pandangan gereja. Jadi pada mulanya, sekularisme dapat dimengerti sebagai reaksi balik atas teokrasi Gereja yang berlebihan.

Namun sekarang sekularisme mengambil wajah yang sangat beragam, yang sangat menarik perhatian, khususnya di dunia generasi muda. Hingga sekarang muncul banyak pertanyaan, “Kenapa anak muda jarang datang ke persekutuan? Apa yang harus kita lakukan?” Pada akhirnya, yang seringkali kita lakukan untuk menghadapi tantangan ini adalah bersaing dengan dunia. Bagaimana caranya? Misalnya: dunia mempunyai bioskop, maka kita juga membuat pertunjukan film. Dunia sering membuat konser musik yang menyita banyak pasang mata, maka kita juga membuat konser musik rohani. Jadi sebenarnya apa yang kita lakukan adalah bersaing dengan dunia. Mungkin kita bisa berhasil dengan membuat suatu acara yang sangat menarik, misalnya membuat suatu pertunjukan kejutan. Namun akhirnya, kita hanya berusaha sampai mati-matian, dengan tak habis-habisnya berpikir bagaimana membuat suatu acara yang lebih menarik dari acara yang sebelumnya, yang sudah menarik itu. Apakah benar demikian?

Seharusnya tidak! Yang perlu dilakukan kaum muda Kristen dalam menghadapi beratnya arus tantangan sekularisme adalah back to basic, yaitu kembali kepada firman Tuhan. Bukan bersaing dengan dunia dan menjadi seolah-olah “serupa” dengan dunia, namun pemuda Kristen harus mengejar Christ Likeness, keserupaan Kristus. Kita tidak mungkin bersaing dengan entertainment yang ditawarkan oleh dunia, maka kita harus kembali kepada apa yang Tuhan ingin kita lakukan di dalam kehidupan. Yaitu berpusat kepada Kristus untuk mewarnai dunia. “Tidak menjadi serupa dengan dunia” tidak dapat diartikan bahwa kaum muda Kristen berarti harus hidup terpisah dengan dunia, yaitu hidup menyendiri tanpa bersinggungan dengan hal-hal yang duniawi. Jelas ini tidak mungkin! Tujuan Allah, melalui Yesus Kristus untuk menebus manusia dari dosa adalah menguduskan (mengkhususkan) setiap orang yang percaya kepada-Nya untuk menjadi serupa dengan Dia bagi (for) dunia, untuk (for) mewarnai dunia, menjadi saksi bagi (for) dunia. Jadi bukan menguduskan dan memisahkannya dari (from) dunia.

Ini adalah PR yang harus kita lakukan sebagai generasi muda Kristen. Bagaimana setiap bagian kegiatan yang ada di gereja adalah untuk mengejar keserupaan dengan Kristus. Bukan sekadar ikut-ikutan dengan apa yang “lagi hot,” yang terjadi di luar sana, namun bagaimana menjadi generasi muda yang tetap memiliki identitas Kristus di tengah dunia ini.

No comments:

Post a Comment